Minyak jelantah adalah salah satu pengotor perairan terbesar di dunia. Satu liter minyak jelantah yang kamu buang sembarangan akan mencemari hingga 1000 liter perairan di sekitar kamu. Minyak jelantah memiliki massa jenis lebih ringan dari air sehingga akan berada pada lapisan atas perairan secara langsung akan menurunkan kualitas oksigen yang dibutuhkan biota di perairan seperti situ, danau, sungai bahkan lautan.
Minyak jelantah di indonesia didominasi minyak jenis palem yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit indonesia yang terkenal sebagai salah satu penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Secara kimia minyak sawit dominan mengandung asam palmitat dan kandungan asam minyak yang lain. Asam palmitat yang mengalami kenaikan suhu saat aktifitas memasak terutama menggoreng akan mengalami perubahan menjadi senyawa jenuh yang apabila digunakan secara berulang terus menerus akan berpotensi menghasilkan ikatan karbon radikal yang karsinogen atau mampu memicu tumbuhnya sel kanker apabila dikonsumsi dalam jangka waktu lama.
Minyak palem bekas akan berwarna lebih gelap dan berbau karena memiliki rancidity atau derajat ketengikan. Perlakuan masyarakat terhadap minyak jelantah paling sering berakhir di wastafel atau saluran air serta menjadi polutan di tempat pembuangan sampah karena kebiasaan memasukkan minyak jelantah ke dalam plastik, mengikatnya lalu dicampur ke tempat sampah tanpa menghiraukan potensi mencemari tanah secara terus menerus. Aktifitas ini merugikan semua pihak.
Jika dalam sebulan rata-rata rumah tangga menghasilkan empat liter minyak jelantah maka potensi ribuan ton minyak jelantah akan dihasilkan tiap bulan untuk satuan kota, belum lagi seluruh minyak jelantah didunia. Berdasarkan estimasi gabungan pengusaha minyak nabati indonesia diperkirakan 18-20% dari total minyak jelantah yang dihasilkan kembali beredar kepasaran dan tentunya merugikan dan berpotensi merusak kesehatan konsumen. Sudah cukup lama fenomena pengumpulan minyak jelantah dengan iming-iming tukar sembako dan uang terjadi dimasyarakat tak jarang banyak yang berminat menjadi pengepul kecil sebelum diperjual belikan ke pengepul besar.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan jalantara ada dua kemungkinan yang mungkin terjadi, pertama adalah adanya pembelian minyak jelantah dari negara asia tenggara dan asia barat oleh negara yang memberikan insentif kepada industri di negaranya apabila menggunakan bahan biodiesel yang diolah dari negara-negara penghasil minyak jelantah tersebut seperti negara belanda dan singapura. Selisih harga dari masyarakat dengan harga ekspor memungkinkan terjadinya bisnis jual beli minyak jelantah bahkan sebagian di industri hulu minyak baru di oplos dengan minyak bekas untuk bisa di ekspor ke negara tujuan. Sejauh memang benar minyak yang dikumpulkan memang untuk pasar ekspor tentu tidak masalah namun sangat besar kemungkinan minyak jelantah yang dikumpulkan dilakukan proses penjernihan kembali dan diperjual-belikan ulang.
Perlu dipahami bahwa biodiesel yang diolah dari minyak jelantah sangat baik menjadi alternatif dan sesuai dengan masa depan energi baru terbarukan sebagai pengurangan penggunaan energi fossil yang tidak sustainable. Disatu sisi mengurangi polusi dan limbah jelantah. Namun apabila biodiesel diproduksi dari minyak baru dengan menggenjot produksi CPO memiliki dampak lingkungan karena penambahan lahan-lahan baru kelapa sawit dan potensi merusak alam dan satwa dilindungi seperti orang utan dan harimau. Hal ini sangat mungkin terjadi karena harga CPO dunia yang fluktuatif dan tak heran indonesia melakukan peningkatan penggunaan bahan bakar B-30 (Petrosolar 70: Methyl Ester 30) bahkan terus dinaikkan kadarnya untuk menyedot hasil produksi CPO hingga target ambisius B-100 dengan segala infrastruktur dan konsekuensinya.
Jalantara memiliki concern terhadap isu sustainable developtment goals yang menginginkan energi hijau dapat dioptimalkan guna mereduksi polusi gas rumah kaca dan perubahan iklim global. Jalantara melakukan pembinaan pengolahan sampah atau limbah berbasis komunitas dengan mengedepankan pendekatan ekonomi sirkular dimana segala produk yang berasal dari alam sebisa mungkin kembali ke alam sebagai bahan yang aman dan terurai. Pengembangan teknologi pengelolaan sampah yang dikembangkan jalantara mengadopsi prinsip aman, mudah diduplikasi dan sustain. Misalnya limbah jelantah diolah menjadi bahan surfaktan cair dan biodiesel. Jalantara berfungsi sebagai lembaga yang melakukan riset berbasis jurnal dan sains terapan guna mendapatkan metode yang efektif namun mudah dipahami masyarakat atau komunitas. Menggandeng aparatur daerah, pemuda karang taruna dan rumah tangga sebagai anggota kegiatan baik ini.
Warga mengumpulkan limbah jelantah ke lokasi dropbox yang disediakan dan diwaktu yang bersamaan dapat mengambil produk hasil olahan berupa homecare dan biodiesel secara cuma-cuma. Homecare yang diterima memiliki kualitas yang baik dan aman saat digunakan. Konsumen akan merasakan menggunakan produk homecare yang sama dengan produk pada umumnya. Produk yang telah dikembangkan saat ini oleh jalantara sangat banyak sudah mencapai 25 jenis mulai dari sabun cair cuci piring, sabun cair cuci tangan, deterjen, shampoo mobil, sampai shampoo kucing. Energi dari biodiesel banyak digunakan untuk alternatif energi seperti kompor tekanan untuk UKM, untuk bahan bakar genset dan kendaraan truk. Kami melakukan uji mandiri dan laboratorium profesional untuk menguji produk olahan. Namun yang jauh lebih penting kami bersama dengan komunitas mengembangkan produk dengan menerima feedback langsung melalui scan barcode berbasis website.
Jalantara sebisa mungkin melakukan adaptasi teknologi berdasarkan kebutuhan di komunitas dan mengkombinasikan energi baik ini untuk meningkatkan produktifitas warga dan komunitas. Jalantara berkeyakinan sirkulasi produk dan limbahnya di komunitas pemakainya akan sangat membantu pemerintah dan dunia dalam mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan tata kelola sampah yang lebih baik.